Senin, 11 Oktober 2010

Kopi Luak, Kopi Termahal Sampai Rp 2 juta Perkilogram

BONDOWOSO - Kopi luwak yang terkenal dengan rasanya itu sebenarnya ditemukan sejak zaman Belanda. Tapi, oleh PTPN XII di Kebun Kalisat/Jampit Afdeling Kampung Baru, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso, itu baru digarap serius sejak 2006.

Kisah tentang kopi luwak berawal dari penemuan pekerja kebun pada zaman kolonial Belanda. Saat itu dia mendapati kotoran luwak. Setelah diamati, terdapat biji-biji kopi di dalam kotoran tersebut. Biji-biji kopi itu ternyata masih utuh, meski sudah dimakan luwak.

Selanjutnya, para pekerja kebun itu mencoba membersihkan dan mengolah menjadi bubuk kopi. Ketika diseduh dengan air panas dan disajikan, ternyata rasanya lebih mantab dan segar. Berbeda dengan kopi yang diolah secara biasa atau tanpa melalui proses pencernaan luwak.

Sejak itulah, dikenal istilah kopi luwak. Tapi, pihak PTPN XII baru benar-benar menyeriusi kopi luwak sejak 2006. Di sana, selain terdapat perkebunan kopi, dipelihara sejumlah ekor luwak. Hingga sekarang, terdapat 79 ekor luwak yang dipelihara di sana. Setiap luwak bisa memakan 4 ons kopi per hari. "Setidaknya sehari bisa menghasilkan sekitar 30 kilogram kopi dari semua luwak ini," kata Sholehan, staf bagian administrasi di PTPN XII Kebun Kalisat/Jampit Afdeling Kampung Baru, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso, kepada Radar Jember (Jawa Pos Group).

Sebelum dipelihara, luwak-luwak itu dibiarkan berkeliaran di sekitar perkebunan. Semula, kotoran luwak yang mengandung biji kopi dibiarkan saja oleh warga dan juga pihak pekerja di lingkungan PTPN XII.

"Nah, tidak dinyana ternyata ada permintaan dari luar negeri untuk memproduksi biji kopi yang sudah dimakan luwak ini," kata Hadi Santoso, pengelola kopi luwak. Sejak itulah, luwak-luwak yang semula dibiarkan berkeliaran dipelihara dan ditempatkan dalam sebuah kurungan besi yang dilengkapi dengan rumah-rumahan, tempat minum, tempat makan, dan batang pohon untuk bertengger.

Di sini para penikmat kopi dan pencinta traveling bisa menyaksikan luwak-luwak tersebut memecah kulit kopi dan memakan bijinya, serta bisa menyaksikan gumpalan-gumpalan biji kopi yang dikeluarkan bersama kotoran. "Setiap sore, kalau sedang musim panen raya, kami berikan biji kopi di atas tampah pada sore hari. Selanjutnya, besok pagi sudah bisa diambil gumpalan biji kopi yang keluar bersama kotorannya," sambungnya.

Biji-biji itu lantas dibersihkan dan diolah seperti biasa. Dan karena harganya yang cukup membuat kening berkernyit, sampai saat ini produksi hanya didistribusikan ke mancanegara, yakni ke Eropa. Di negara empat musim itu kopi luwak dijual Rp 1,2 juta hingga Rp 1,3 juta per kilogram.

Karena luwak yang dipelihara berasal dari habitat asli, bisa dipastikan mereka semua belum jinak. Karena itu, dibutuhkan keahlian khusus untuk merawat dan menjinakkan luwak-luwak tersebut. Hadi menuturkan bahwa dirinya harus telaten dan sabar menghadapi tingkah laku hewan tersebut. Untuk yang masih kecil, kadang-kadang dia menyuapi dengan strawberi yang menjadi makanan luwak ketika musim panen belum tiba. Dengan begitu, dia bisa menjalin kedekatan dengan luwak-luwak tersebut.

Pada 2009, PTPN XII berhasil menangkarkan 656 luwak dewasa. Sebanyak 405 ekor luwak di antaranya tersebar di empat lokasi perkebunan di Bondowoso yang menjadi kewenangan PTPN XII. Yakni, di kebun Kalisat-Jampit (80 ekor), kebun Kayumas (92 ekor), kebun Blawan (178 ekor), dan kebun Pancurangkrek (55). Sisanya (251 ekor) berada di kebun kopi robusta (Malangsari, Bondowoso, 75; Rayap/Renteng, Bondowoso, 20; Bangela, Malang, 26; Ngrangkah Pawon, Kediri, 30; dan Silos Sanen, Jember, 100).

PTPN XII menargetkan dalam setahun memproduksi kopi luwak sekitar 2 ton. Untuk harga, pada awalnya hanya sedikit orang yang menyukai kopi itu. Karena itu, per kilogramnya hanya dihargai Rp 60 ribu.

Mulai 2006, harganya mulai naik. Pada 2008, harga meroket drastis. Yakni, naik secara kontinu menjadi Rp 900 ribu per kilogram, kemudian Rp 1,2 juta per kilogram, hingga Rp 1,9 juta per kilogram. Biasanya kopi itu dijual ke Jerman dan Jepang. Untuk kawasan Jember dan sekitarnya, penjualan kopi luwak diambil dari hasil produksi PTPN XII. (lie/jpnn/c4/kum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar